(UAS) Kritik Esai Mendalami 5 Puisi karya M. Shoim Anwar

 Karya sastra adalah cerminan dari kehidupan. Ketika membicarakan karya sastra memang tak lepas dari nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada. Karya sastra sendiri merupakan suatu bentuk pemikiran yang dituangkan kedapan sebuah karya baik karya tersebut berbentuk tulis maupun berbentuk lisan. Sedangkan menurut Anwar (2019: 1) menyatakan bahwa sastra merupakan sebagai bentuk mimesis, refleksi, dan pencerminan. Bisa dikatakan sastra merupakan bentuk  representasi dari sebuah bentuk kondisi sosial yang ada. Sastra juga bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kebradaan antara manusia sebagai mahluk homo estetis dan homo ludens.  

Baik itu sastra tulis maupun lisan, sebuah karya sastra berasal dari pemikiran dan gagasan yang berisi tentang apa yang sedang terjadi. Sehingga karya tersebut menjadi sangat relevan dan realet dengan kehidupan yang ada. Memang karya sastra haruslah sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi. Begitupun dengan karya sastra yang akan kita bahas kali ini. Karya tersebut berbentuk cerpen yang di ciptakan oleh M. Shoim Anwar. Siapa yang tak mengenal bliau, seorang sastrawan yang besar namanya. Banyak sekali karya yang sudah bliau ciptakan. M. Shoim Anwar sendiri selain berprofesi menjadi seorang penulis, bliau juga menjadi dosen di sebuah Universitas di Surabaya. 

Kalau membahas karyanya saya sedikit minder. Tentu kalian pasti paham, bliau sudah malang-melintang di dunia kesusastraan. Namun, tetap kita harus membahas beberapa karyanya. Karya bliau yang kita akan bahas kali ini yakni sebuah cerpen dengan judul Sorot Mata Syaila, Tahi Lalat, Sepatu Jinjit Arianti, Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue, dan Jangan ke Istana, anakku. Tak tanggung-tanggung lima karya yang akan kita urai semaksimal mungkin. Membicarakan kelima cerpen tersebut sungguh hal yang menarik.

Lihat saja mulai dari judul-judul yang digunakan begitu menimbulkan rasa penasaran bagi pembaca. Disini letak kejeniusan penulis dalam penentuan judul yang digunakan. Pasti kita tau judul adalah daya tarik pertama untuk pembaca, karena judul yang menarik maka timbul rasa ingin tau yang tinggi dari pembaca.  Pada isinya sendiri tentu jelas memiliki daya tarik dan kekuatan sendiri. hal tersebut ketika membaca isi cerpen satu-persatu pembaca akan tenggem dalam setiap cerpen yang ada.

Namun ada juga cerpen yang memiliki alur mononton. Sehingga pembaca akan sedikit bosan dalam membaca cerpen tersebut. Cerpen yang tergolong sedikit monoton yakni Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue, dan Jangan ke Istana, anakku. Menurut saya sendiri misal pada cerpen yakni Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue, dan Jangan ke Istana latar yang digunakan hanya satu tempat, sehingga pembaca akan sedikit bosan saat membacanya. Sedangkan untuk cerpen Jangan ke Istana, anakku  menurut saya sendiri ada beberapa Paragraf/kata yang diulang-ulang, sehingga pembaca awal/orang yang baru minat membaca akan sedikit bingung dan sedikit akan gampang bosan .

Untuk cerpen yang lainnya sungguh memiliki daya yang luar biasa. Mulai dari alur maju-mundurnya dan latar situasi yang begitu memiliki daya rangsang seolah-olah dikepala membayangkan bagaiman situasi ditempat itu. Ketika membicarakan makna pasti setiap cerpen memiliki maknanya sendiri-sendiri. Jelas maknanya akan berbeda-berda sesuai dengan kereasahan penulis. Namun ada satu hal yang menarik. Kita kembali lagi keatas, karya sastra adalah gambaran keadaan yang sedang terjadi bahkan sampai saat ini.

Gambaran yang saya tentang kelima cerpen tersebut ialah kekuasaan yang melenceng. Semua digambarakan dengan baik dan dibungkus dengan begitu mengesankan. Baiklah mari kita urai satu-satu cerpen tersebut. Cerpen pertama yakni sorot Mata Syaila. Cerpen tersebut menceritakan seorang Matalir yang berada di Bandara Internasional Abu Dhabi. Di bandara tersebut Matalir bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Syaila. Wanita yang begitu cantik sehingga Matalir tak lepaskan pikiran tentangnya. Mulai dari pakaian dan wajah cantiknya, sungguh sebuah kesempurnaan. Sepintas Matalir mengingat kenapa ia melakukan perjalanan itu.

Matalir melakukan ibadah haji sebagi alasan untuk menghindari statusnya sebagai tersangka dalam kasus kongkalikong dan pencucian uang. Seiring berjalannya waktu suasana hening, sepi, dan gelap, Syaila pergi. Matalir yang menyadarinya pun pergi mrngikutinya. Setelah semakin dekat Syaila hilang dikegelapan. Matalir yang menyadarinya lalu mendengar suara memanggil dengan sebutan papa. Ia pun bingung, lalu melihat sesuatu yang mengerikan kedua istrinya dan anaknya digantung seperti kepompong. Matalir hancur dan mencoba tak mempercayainya. Namun hal itu benar adanya istrinya dan anaknya telah mati digantung.

Sungguh cerita bagi saya menarik. Pada cerpen tersebut ada satu moment yang menurut saya adalah sebuah gambaran yang nyata sampai saat ini. Gambaran tersebut ialah sebuah kekuasan yang melenceng. Sebuah kekuasaan yang salah digunakan dalam sebuah kepentingan. Kekuasaan seperti ini ialah korup. Lihat saja pada kutipan dibawah ini

Nanti, ketika berkas perkaraku dilimpahkan ke kejaksaan untuk dibuat tuntutan, aku dapat informasi bahwa statusku sebagai tersangka mau tak mau akan terbuka di kejaksaan. Pun sudah ada yang memberi tahu bahwa kejaksaan akan meminta pihak imigrasi untuk mencekal aku pergi ke luar negeri. Dan benar, ketika berita ramai tersiar bahwa aku dicekal, posisiku sudah di luar negeri. Inilah enaknya punya jaringan khusus di lembaga peradilan. Aku merasa sedikit beruntung kasusku ditangani mereka. Andai yang menangani KPK, mungkin aku sudah meringkuk di sel.

Coba anda simak pada kutipan diatas menunjukan bagaimana sesorang punya kekuasaan. Punya power untuk melakukan segalanya. Pada kutipan tersebut tergambar jelas bagaiman jika orang mempunya kuasa dan power lembaga peradilan pun bisa dibuat tidak berkutik. Inilah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Dan bukan rahasia lagi sampai saat ini.

Untuk cerpen berikutnya yakni Tahi lalat. Cerpen tersebut mengisahkan tentang tahi lalat yang berada di dada Istri pak Lurah. Tahi lalat itu menjadi simpang siur. Disini tokoh Aku pun menggunjing akan kebenaranya. Disela-sela kabar tentang tahi lalat di dada istrinya juga tersebar kedekatakan pak lurah dengan bos pengembang proyek. Disamping itu juga terdengar bagaimana pak lurah dalam menjabat yang tergolong semena-mena dan ingkar janjinya. Pada suatu ketika pergunjingan itu kian santer terdengar sampai ibu-ibu PKK. Suatu ketika tokoh Aku sedang melakukan perjalanan hampir saja sengaja dicelakai oleh suruhan bos pengembang proyek. Tokoh aku pun kesal dan marah-marah. Sesampainya dirumah tokoh aku bertemu anaknya yang selesai melukis. Ditunjukan padanya dan anaknya berkata “itu gambar bu lurah dan tahi lalatnya”.

Cerpen tersebut begitu menarik. Jika dica keseluruhan anda akan terbenam dan mengalir dibawanya. Pada cerpen tersebut tegambar bagaimana sebuah kekuasa itu adalah hal begitu membabi buta. Demi mencapinya melakukan segalanya. Lihat saja pada kutipan dibawah ini

Jujur kukatakan, Pak Lurah juga sering menggunakan cara-cara kotor. Selama menjabat, tidak sedikit warga yang kehilangan sawah ladang dan berganti dengan perumahan mewah. Warga yang tinggal di tempat strategis, melalui perangkat desa Pak Bayan, dirayu untuk menjual tanahnya dengan harga yang lumayan mahal. Begitu tanah-tanah yang strategis itu terlepas dari pemiliknya, Pak Lurah semakin gencar membujuk yang lain dengan cara memanggilnya ke kantor kelurahan.

Pada kutipan tersebut tegambar jelas bagaima pak lurah setalah mendapatkan jabatanya. Ketika ia menjabat telah melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh bawahannya. Tidak memfikirkan dampak apa yang dilakukan kedepannya. Seorang pemimpin ketika berkuasa seyogyanya memiliki langkah berfikir sepuluh langkah didepan. Harus tau efek jangka panjang apa yang akan terjadi dengan keputusannya.

Untuk cerpen berikutnya yakni Sepatu Jinjit Ariyanti. Cerpen tersebut mengisahkan tokoh Aku dan Ariyanti yang sedang berada di Malasiya tapatnya di Johor. Kepergian mereka ke Johor untuk mlarikan diri. Arinyanti merupakan saksi tunggal dalam sebuah pembunuhan berencana. Seiring berjalannya waktu karena kedekatan mereka. Tokoh Aku dan Ariyanti pun timbul benih-benih rasa cinta. Suatu ketika saat mereka sedang bercanda dan mengobrol, pintu diketok. Mereka didatangi orang yang tak mereka kenal. Merekapun dibawa dan sadar orang tersebut adalah utusan dari negaranya. Mereka dibawah kembali ke Negranya dan dihabisi.

Ketika anda membaca cerpen ini anda akan klimaks. Mulai dari percintaan, kehilangan, dan perpisahannya yang dibungkus dengan indah. Namun ada satu hal yang menarik yaitu  tentang gambaran bagaimana kekuasaan itu bisa semena-mena dalam melakukan segala keinginannya. Termasuk dalam menghilangkan nyawa. Lihat saja pada kutipan dibawah ini

Aku mendapat perintah untuk ’’menyembunyikan” Aryanti dengan ’’berbagai cara” karena dia adalah saksi mahkota terkait kasus pembunuhan orang penting yang direncanakan. Sengaja kata itu digunakan dan aku harus menerjemahkannya sendiri. Ambigu, tapi sudah menjadi kelaziman agar pemberi perintah dapat berkelit ketika terjadi hal yang tidak dikehendaki. Dan pastilah aku yang dipersalahkan dan dikorbankan. Sebuah pertaruhan klasik seorang bawahan.

Sementara itu, Aryanti harus menurut karena skenario besar telah dimainkan yang juga mempertaruhkan nyawanya sendiri. Maka, Aryanti pun harus ditempel dan tak boleh lepas dari pantauan. Meski awalnya tampak ketakutan, lama-lama dia bisa mencair karena sudah mengenalku dengan baik. Barangkali kehadiranku sebagai penyelamat juga diharapkan karena dia diusik banyak orang dan diburu para pencari berita.

Pada kutipan tersebut sungguh jelas bagaimana sebuah kekuasan mempermainkan nyawa dengan entengnya. Artinya nyawa tidaklah penting demi tujuan tercapai. Bagaimanapun juga alasan apapun yang digunakan untuk membunuh dan menghilangkan nyawa orang adalah sebuah hal yang salah. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa penghilangan nyawa dan menumbalkan orang menjadi piont sudah tidak bisa dibantah lagi. Saya kira model kekuasaan seperti ini bukanlah hal yang tabuh.

Cerpen berikutnya yakni Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue. Cerpen ini mengisahkan tentan seorang perempuan yang bernama Anik yang mencari seorang laki-laki bernama Bambi. Pada pencarian itu Anik pergi kesebuah pesta dansa. Disana ia bertemu dengan Bambi dan perempuan bernama miske. Mereka pun berkenalan dan saling mengobrol meskipun Anik sedikit sinis dengan mereka. Suatu ketika Anik mengikuti Bambi pergi kekamar mandi. Di sana ia mengobrol tentang kasus Anik yang ditangani bambi. Kasus tersebut kalah dan yang menjadi hakim adalah Bambi, yang sebelumnya mereka melakukan perjanjian bahwa Anik yang menang. Tenyata tidak Anik kalah ditipu oleh Bambi.

Pada cerpen tersebut tergambar tentang kekuasaan dengan jelas. Bagaimana kekuasaan itu dapat mempermainkan seseorang. Jika seseorang mempunyai jabatan dan kuasa maka orang tersebut bila tidak memiliki imanm kekuasaan itu akan mennjadi sebuah bentuk kesewenang-wenangan. Lihat saja kutipan dibawah ini.

“Pengacara tergugat pintar. Dia bisa menggugurkan tuntutan jaksa.”

“Tapi mengapa dulu kamu mendorong-dorong aku agar menggugat perkara itu. Kamu panas-panasi aku. kamu menjanjikan akan memenangkan aku. Terus untuk apa kamu minta uang segitu banyak yang katany auntuk minta tolong pada anggota majelis lainnya? Kau bagikan pada siapa saja uang itu? Atau kau nikmati sendiri?”

“Jangan bicara seperti itu. Kamu bisa dikenakan pasa perbuatan tidak menyenangkan dan mencemarkan nama baik.”

“Aku tidak bodoh. Saat penyerahan uang itu di rumah, aku sudah pasang CCTV agar bisa merekam semuanya. Sudah telanjur basah.”

Berdasarkan kutipan tersebut adalah bukti bagaimana sesorang jika memiliki sebuah kekuasaan,  jabatan, dan uang maka orang tersebut akan menggunakan powernya untuk melakukan segala cara. Termasuk bermain dengan hakim. Hal ini sebagai bukti bahwa kekuasan dan relasinya begitu buruk. Lihat saja bagaimana seorang yang sebagai hakim yang seharusnya menggunakan jabatanya denga bijak dan adil malah bermain-main dengan itu.

Cerpen terakhir yakni Jangan ke Istana, Anakku. Cerpen tersebut mengisahkan seorang anak dan bapaknya. Sedari kecil anaknya telah kehilangan sosok ibu. Sebab ibu mereka telah diambil ke Istana untuk dijadikan penari. Bapaknya tidak bisa mencega itu karena dihanya seorang hambah, seorang penjaga istana. Tidak hanya istrinya yang diambil dan dimasukan ke Istana. Banyak perempuan-peremuan yang diculik dan dimasukan ke Istana. Mereka dijadikan penari dan tumbal untuk kekayaan sang raja. Sang bapak tak ingin anaknya pergi ke Istana karena hal tersebut. Namun anaknya tetap memaksa dan masuklah ia ke Istana. Bapaknya yang menyadari itu marah, sedih, dan mengutuk Pihak istana. 

Pada cerpen tersebut tegambar jelas bagaimana kekuasaan itu telah menjadi sebuah hal yang begitu mengerikan. Bagaimana kekuasaan itu untuk melakukan segala bentuk keinginan dan nafsunya yang membabi buta. Bahkan tak jarang mengorbankan nyawa sebagai sebuah landasan untu mencapai keingindan dan kekayaannya. Lihat saja pada kutipan dibawah ini

Masa kecilku yang indah terlalu segar dalam kepala. Kuingin putriku pun bisa menikmatinya. Tapi istana telah merampas sebelum hidupku jadi paripurna. Akulah sang prajurit muda. Masuk ke lingkaran istana untuk menjadi penjaga dan mengamankan tahta. Tak ada yang mampu menolak, sebab istana merasa punya hak untuk mempekerjakan siapa saja yang dikehendakinya. Penolakan adalah pembangkangan luar biasa dan dinilai anti istana. Nyawa menjadi taruhannya.

Lihatlah kutipan tersebut feodalisme yang begitu kuat. Kekuasaan yang dilakukan dengan hal-hal yang begitu membabi buta. Jika dulu mendengar sebuah kata Sabda pandhita Ratu tan kena diwola-wali. Jika hal tesebut memang benar adanya tentunya haruslah bersikap sesuai dengan jabatannya. Raja yang arif dan bijak sana. Seharusnya tau yang baik dan tidak apa yang ia lakukan. Memang sabda tidak bisa diganggu gugat, namun apakah akan mengesampingkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Tentu tidak, kutipan diatas aadalah hal yang salah dan kliru.

Begitulah ulasan tentang kelima cerpen. Semua bentuk gambaran realita dari dahulu sampai sekarang. Bahwa kekuasaan yang terlalu lama cenderung korup itu benar adanya dan bahwa kekuasaan itu melenceng tidak sesuai semestinya. Hal itu bukanlah hal yang tabuh. Semua digambarkan dengan jelas oleh penulis pada cerpennya bahkan dalam kehidupan saat ini juga masih terjadi. Penulis menceritakan sesuai adanya. Sehingga cerpen tersebut memiliki rohnya karena jika dihubungkan dengan kehidupan saat ini sangat relevan. Lihat saja elit politik saat ini dengan segala kebijakannya yang amburadul. Banyak yang tidak memihak rakyat demi kepentingan dan kepentingan. Lihatlah yang berkuasa bagaimana sawah-sawah petani berganti menjadi bangunan-bangunan. Saya sedikit ingat dengan seorang teman yang pulang dari kota, ia membawah sebuah poster berbunyi “membangun desa tidak hanya dengan bangunan-bangunan. Kami butuh tempat untuk main layangan”. Cerpen ini sangat cocok dibaca untuk suasana saat ini. Saat progam PPKM yang biikin kepala pusing. Melihat bapak yang pekerja harian sedikit terganggu penghasilannya.

Terima kasih wassalam, sehat selalu. 

Daftar Pustaka 

Anwar, Shoim. 2019. Sastra Lama. Lamongan: CV, Pustaka Ilalang


Komentar

Postingan Populer