Ulama Durna Ngesot Ke Istana
Ulama Durna Ngesot ke Istana
Puisi : M. Shoim Anwar
Lihatlah
sebuah panggung di negeri sandiwara
ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana
menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah
maka kekuasaan menjadi sangat pongah
memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya
agar segala tingkah polah dianggap absah
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
menyerahkan marwah yang dulu diembannya
Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana
bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa
menunggang banteng bermata merah
mengacungkan arit sebagai senjata
memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara
Lihatlah
ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa
adakah ia hendak menyulut api baratayuda
para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah
tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula
porak poranda dijajah tipu daya
oh tahta dunia yang fana
para begundal mengaku dewa-dewa
sambil menuding ke arah kawula
seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra
ia diumpankan raja ke medan laga
terhenyaklah saat terkabar berita
anak hasil perzinahannya dengan satwa
telah gugur mendahului di depan sana
Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya
ia menunduk di atas tanah
riwayatnya pun berakhir sudah
kepalanya terpenggal karena terpedaya
menebus karmanya saat baratayuda
Desember 2020
Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang gaya bahasanya sangat ditentukan oleh irama, rima, serta penyusunan larik dan bait (Wikipedia). Dalam sebuah puisi tentunya banyak sekali makna baik tersirat maupun tersurat yang penulis sampaikan kepada pembaca. Berbagai macam gaya bahasa maupun diksi disampaikan secara mendalam sehingga puisi yang diciptakan akan indah ketika dibaca. Salah satunya adalah puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana” karya M. Shoim Anwar.
Puisi yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana” karya M. Shoim Anwar menceritakan tentang sebuah tokoh yang disimbolkan sebagai seorang yang menginginkan sebuah kasta didalam istana karena ia memiliki gelar sebagai seorang ulama. Puisi tersebut memiliki empat bait yang disetiapbaitnya memiliki jumlah baris yang berbeda-beda.
Bait pertama
Lihatlah
sebuah panggung di negeri sandiwara
ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana
menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah
maka kekuasaan menjadi sangat pongah
memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya
agar segala tingkah polah dianggap absah
Dalam bait tersebut penulis menggambarkan tentang sosok tokoh ulama yang ingin mendapatkan jabatan di Istana dengan mengandalkan gelarnya sebagai seorang ulama. Durna menginginkan jabatan dan ingin mengubah ayat atau aturan yang telah tetapkan supaya ia dapat memanipulasinya sehingga tingkah laku atau perbuatan yang ia lakukan menjadi suatu hal yang dianggap benar di istana meskipun sebenarnya yang ia lakukan adalah hal yang menyimpang.
Bait kedua
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
menyerahkan marwah yang dulu diembannya
Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana
bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa
menunggang banteng bermata merah
mengacungkan arit sebagai senjata
memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara
Bait kedua menjelaskan bahwa tokoh yang bernama durna tersebut merayu pemimpin istana. Ia menggandakan kehormatannya agar apa yang ia inginkan dapat dibenarkan oleh sang raja. Akhinya, kerusuhan terjadi dimana-mana, tipu daya dan segala sesuatu ia lakukan untuk memperoleh jabatan yang ia inginkan. Hal tersebut juga nampak pada bait ketiga:
Lihatlah
ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa
adakah ia hendak menyulut api baratayuda
para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah
tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula
porak poranda dijajah tipu daya
oh tahta dunia yang fana
para begundal mengaku dewa-dewa
sambil menuding ke arah kawula
seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah
Bait ketiga menjelaskan bahwa durna menjual bait demi bait, ayat demi ayat untuk menjerumuskan orang-orang dalam kerajaan.akibatnya banyak orang yang tersesat karena mengikuti dalil yang diutarakkan oleh durna. Semua penjilat mengaku sebagai pemimpin seakan ialah yang akan menguasai dunia. Bait ke empat:
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra
ia diumpankan raja ke medan laga
terhenyaklah saat terkabar berita
anak hasil perzinahannya dengan satwa
telah gugur mendahului di depan sana
Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya
ia menunduk di atas tanah
riwayatnya pun berakhir sudah
kepalanya terpenggal karena terpedaya
menebus karmanya saat baratayuda
Bait keempat menggambarkan bahwa ternyta orang yang bergelar ulama tersebut justru dijadikan sebagai umpan oleh para pemerintahan saat kedudukan daan emngakibatkan ia mengalami kekalahan. Berdasarkan puisi diatas, dapat disimpulkan bahwa puisi tersebut menceritakan kisah toko dursa yang seorang yang bergelar ulama yang menyelewengkan kekuasaan. Ia tidak memikirkan apa yang terjadi dan cenferung ceroboh dan seenaknya sendiri dalam bertindak yang pada akhirnya hal tersebutah yang membuatnya kecewa dalam kekalahan.
Ďaftar pustaka
Wikipedia. Tanpa Tahun. Puisi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Puisi#:~:text=Puisi%20adalah%20salah%20satu%20jenis,serta%20penyusunan%20larik%20dan%20bait.&text=Puisi%20mengandung%20seluruh%20unsur%20sastra%20di%20dalam%20penulisannya.
Komentar
Posting Komentar