CERPEN DI JALAN JABAL AL-KAABAH KARYA M. SHOIM ANWAR.

ESAI CERPEN DI JALAN JABAL AL-KAABAH KARYA M. SHOIM ANWAR

             Begitu banyak cerminan kisah yang diangkat menjadi sebuah karya sastra baik itu tentang kisah nyata maupun kisah fiksi. Beberapa diantara kisah tersebut banyak pula yang membicarakan tentang kondisi sosial dalam masyarakat yakni tentang kekayaan dan kemiskinan seperti halnya cerpen “Dijalan Jabal Al-Kaabah” karya M. Shoim Anwar. Cerpen tersebut menceritakan tentang tokoh Amali yang merupakan seorang lurah dari sebagian besar warganya yang berprofesi sebagai seorang pengemis. Tidak tanggung tanggung, hasil dari beberapa warganya itupun sangat fantastis. Saking fantastisnya, sebagian dari merekapun saampai bisa membeli apa yang mereka mau seperti; membeli sawah, rumah, hewan ternak, kendaraan, hingga kebutuhan lainnya.

            Suatu ketika, pak Amali bersama sang istri yang sedang berangkat ke tanah suci itu memergoki segerombolan anak yang sedang mengemis/meminta-minta. Ia curiga bahwa sebenarnya cacat fisik mereka derita sebenarnya palsu. Iaa menduga hal itu mereka lakukan lantaran hanya agar orang-orang iba melihatnya sehingga ia dapat menerima uang dari orang yang iba kepadanya sehingga ia tak susah susah bekerja untuk mencari uang. Ia tahu bahwa sebenarnya tangan cacat itu merupakan tangan yang dilengkuk kedalam baju mereka. Melihat aksi para pengemis itu akhirnya pak Amali pun geram dan ingin memarahi mereka karena ia menganggap bahwa kota ini merupakan kota yang suci dan tidak seharusnya ia melakukan perbuatan menipu itu di kota ini.  Ketika hendak memarahinya datanglah wanita bercadar hitam dan seorang yang memakai kopyah coklat. Mirisnya, merekalah yang menyuruh orang orang yang pura pura cacat itu untuk mengemis dan perdebatanpun tidak dapat terhindarkan. Dihampir penghujung cerpen, kita diperkenalkan sosok orang tua bernama pak Dodit yang sedang mengemis. Mirisnya lagi ia sebenrnya adalah warga desanya yang melakukan ibadah haji yang memanfatkan waktu senggangnya untuk meminta-minta di tanah suci. Ia mengatakan bahwa mengemis baginya adalah sebuah ibadah. Karena menurutnya “rezeki ada di tangan tuhan”. 

           Dari cerpen tersebut dapat disimpulkan bahwa meminta-minta atau mengemis sudah merupakan sebuah profesi baginya. Tak hanya di tanah air saja, tetapi juga ditanah suci. Lebih parahnya lagi sebagian besar dari mereka meyakini bahwa hasil mengemis yang mereka dapatkan merupakan rezeki yang diberikan oleh Tuhan, padahal sejatinya dalam kitab apapun Tuhan sangat melarang hambanya untuk memintà apalagi sampai pura-pura cacat agar orang yang melihat akan merasa iba dan memberikan uang kepadanya. Tentu jika dikaitkan dengan kehidupan nyata cerpen “Dijalan Jabal Al-Kaabah” ini sangat memiliki relevansi dengan pengemis-pengemis masa kini. 

           Beberapa kasus yang seringkali terjadi membuktikan bahwa orang miskin memiliki banyak harta yang mereka peroleh dari hasil mereka meminta-minta. Mereka memiliki tabungan yang jumlahnya fantastis, perhiasan melimpah, rumah, bahkan mobil sekalipun padahal meminta-minta merupakan suatu yang dilarang dalam ajaran agama Islam. Rasulullah pernah bersabdah : اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى (yang artinya tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah) “orang yang lebih baik dari orang yang menerima, karena di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi yang disabdakan oleh Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam. ”

                               والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ


Daftar pustaka: 
MEMAHAMI MAKNA UNGKAPAN TANGAN DI ATAS LEBIH BAIK DARIPADA TANGAN DI BAWAH. http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/4737#:~:text=Sabda%20Nabi%20shallall%C3%A2hu%20'alaihi%20wa,dialah%20yang%20lebih%20tinggi%20sebagaimana. Diunduh pada 18 April 2021 pukul 10:00.



Komentar

Postingan Populer